~SHUBUH DI KEDIRI~

Seorang gadis muda membentangkan sajadahnya di shof depan shubuh itu. Namun seorang Ibu tua mencegahnya. Dengan bahasa Jawa kuno, ia mengatakan bahwa tempat itu khusus untuk seseorang. Si gadis pun mengernyitkan dahi. Memutar kepala ke kiri dan ke kanan. Mencari sosok siapa orang yang dimaksud. Tak ada. Sepi. Karena memang belum ada siapa-siapa. Kecuali 5 Ibu tua dibaris kiri shof 3 dan 4.
Tak ingin berdebat, Si Gadis kembali membentangkan sajadahnya di shof lain mengejar sholat tahiyatul masjid dan rawatib sebelum shubuh.


Saat membaca puji-pujian sambil menunggu Sang Imam datang, Si Gadis tersenyum. Senyumnya manis dan sangat khas. 'pengusiran'nya dari shof awal tadi membawanya pada kejadian di masa lalu. Tepatnya di Masjid tempat ia gemar sekali mengikuti sholat Idain. Mungkin karena faktor hegemoni ditempat itu yg sangat kuat, shof depan HANYA diperuntukan dan diperbolehkan bagi para Neng dan Nyai setempat. Mau seberapa pagi buta pun penduduk yg lain datang, Neng dan para Nyainya kesiangan, para jiwa-jiwa perindu Tuhan itu tetap harus berada dibelakang. Ironis memang!


Sebagai gadis muda yg kritis, tentu jiwanya memberontak. "Apa-apan ini? Kata Pak Zainuddin MZ, derajat tukang becak dan Presiden itu saja sama di hadapan Tuhan. Anak para pejabat dan orang biasa juga sama. Begitu juga dengan anak Kiyai. Lebih-lebih dirumah Tuhan! Barang siapa yg datang duluan, ya dia berhak berada di depan", jiwa mudanya memberang.


Si Gadis ini kembali tersenyum mengingat kejadian lama itu tetap tertanam kuat, saat usianya masih belasan. Kadang, sebagai wong cilik, kau memang harus menerima diperlakukan apapun oleh orang-orang 'gede' jika kau tak ingin mendapatkan masalah. Tapi kadang, sebagai orang besar, kau juga lupa bagaimana menghargai orang cilik dengan sebagaimana wah-nya mereka menghormati ke-Priyayi-an mu.


Namun Si Gadis yg dulu berbeda dengan yang sekarang. Tingkat pemahamannya pun berbeda. Cara pandangnya pun berbeda. Jika dulu ia mengejar hanya untuk mendapatkan pahala dan Surga, kini ia hanya ingin bertemu dengan-NYA karena Cinta. Jika dulu pemahamannya yang penting sholat asal gerak, kini ia sudah paham untuk siapa dan bagaimana sholat yang sesungguhnya dengan penuh RASA.


Lamunannya membuyar. Ibu tua tadi mendekat, "Majulah, Nak! Maafkan Ibu. Ternyata Simbah tua itu tak datang. Ia suka sekali sholat ditempat itu. Dan akan marah-marah jika ada orang lain menempatinya. Padahal ya, siapa yang datang duluan, dia yang berhak berada di depan".


Si Gadis itu pun hanya tersenyum. Mengerti.


~Shubuh di Kediri.

~Gizi, Perempuan dan Cinta~



Dinner & Selphie

Cewek kece disebelahku ini namanya Rini. Dia asli Putri Bengkulu. Anak Gizi dari IPB. Selain punya tampang yang nyenengin dan enak dipandang, dia anak yang rajin dan tekun. Kita seumuran satu bulan. Cuma beda beberapa hari. Dia awal bulan, gue akhir bulan.


Entah bagaimana ceritanya tiba-tiba kita bisa menjadi teman satu kamar. Yang aku ingat saat itu wajahnya nampak sabar kala ia dijutekin oleh seseorang berambut pirang dan galak. Melihat betapa judesnya seseorang berambut pirang itu, membuat niatku yang awalnya kepengen nyemir rambut kagak jadi. Mungkin bawaan stereotype kali, ya. Atau aku yang syok melihat pemandangan yang gak enak dipandang.


Sebagai anak muda yang hidup dijaman metropolitan, tentu kita membicarakan banyak hal. Yang jelas masih seputar gizi, perempuan dan cinta.


Do’i bilang, kalo entar kita sebagai kaum perempuan ngelahirin, bayinya gak boleh langsung dipisahin sama Ibunya. Melainkan menangkupkan badan si Bayi diatas dada atau perut Si Ibu untuk bergerak sendiri mencari ASInya. Hal ini akan merangsang saraf motorik Si Bayi agar langsung bekerja sehingga tumbuh menjadi anak yang cerdas. Perlakuan seperti ini pun jarang diadopsi oleh kebanyakan rumah sakit. Hanya beberapa rumah sakit yang melakukan hal seperti ini. Itu pun Si calon Ibu atau keluarganya harus request sendiri kepada dokter atau perawat yang akan menangani persalinannya. Selain itu, ketika kulit Si Ibu dan kulit bayi bertemu, ini akan menguatkan kontak batin atau hubungan emosional antara keduanya. Metode ini terkenal dengan sebutan IMD, atau Inisiasi Menyusui Dini.


Tentang Air Susu Ibu, Ibu Gizi ini juga menjelaskan bahwa bagi Ibu menyusui, ASI pertama tidak boleh dibuang. Yaitu yang berwarna kekuning-kuningan. Karena ASI yang pertama inilah yang kandungan gizinya paling tinggi. Anehnya, kebanyakan masyarakat malah membuanganya  dan mengaanggapnya itu sebagai racun.


Perbincangan pun semakin menarik. Kita mulai membahas gizi pada seorang food combiner, membahas minyak goreng mana yang sebenarnya yang bagus. Kesimpulannya, ternyata masyarakat kita kebanyakan jadi korban iklan. Buah itu selayaknya dimakan sebelum makan nasi. Dan dimakannya pun pada pagi hari.  Minyak goreng yang baik, bukan yang berwarna jernih dan yang bisa diminum seperti iklan di tipi-tipi.  Atau pun yang sudah dilakukan penyaringan beberapa kali. Karena kandungan gizinya bisa hilang. Aku menjerit terkejut. Betapa hebatnya iklan-iklan itu menipu kita. Membentuk pemahaman kita. Aku pun protes, kenapa orang-orang yang paham dan ahli tidak meluruskan pemikiran-pemikiran seperti ini ke jalan yang benar agar rakyat kita sehat dan sejahtera? Jawabannya sederhana, agar mereka (orang yang tukang jualan) jualannya laku.


Malam semakin larut. Hujan diluar jatuh satu-satu. Menambah romantisnya dunia malam dan hujan. Si Ibu Gizi melempar pandang, “kau pernah jatuh cinta, Eva?”.


Aku meminum jeruk hangatku. Dan meletakkannya kembali. “Pernah!”, jawabku diplomatis.

“Lalu?”

“Gagal”, aku tersenyum.

Si Ibu Gizi bingung melihat ekspresiku. Mana ada orang patah hati masih bisa tersenyum. Kecuali jika ia sudah benar-benar ikhlas menerima dan berdamai dengan rasa patah hatinya. Namun bagiku, apa yang bisa diperbuat oleh orang yang pernah patah hati kecuali tersenyum dan menertawakan diri sendiri.


“Aku menunggunya. Namun ternyata ia tak sungguh-sungguh terhadapku. Haha!”, aku menjawab kebingungannya. 

“Aku pun sama. Menunggunya”, sambung Si Ibu Gizi.

“Lalu?”, kini giliranku yang mengernyitkan dahi.

“Dia pergi dengan yang lain”, dia menarik nafas. Berat. Dan melanjutkan, “Sepertinya sebagai perempuan, kita memang tidak boleh menunggu . Dan laki-laki yang sungguh-sungguh (mencinta) terhadap kita, tak kan rela membiarkan kita menunggu”.

Kata-katanya terhenti. Tepat saat hujan diluar berhenti. Jeruk hangatku pun habis. Dua anak muda yang duduk bersebrangan, kembali menekuri jalan pikirannya masing-masing. Entah apa. Dan kemana.


-Saturday Night, Kafe pojok Kampung Inggris Pare Kediri.



~Mani & Manusia~




Guruku [Al Mukarromah Al Alim Al Allamah, Beliau, (semoga Allaah senantiasa memberi kesehatan, perlindungan dan penjagaan untuknya, Aaamiin)] pernah berkata kepadaku saat aku galau gara-gara Jomblo,

"Orang bikin anak itu tidak mudah, Va. Malah sebenarnya sangat sulit sekali. Gak moro-moro ketemu langsung jadi. Banyak orang berpikir nikmat dan enaknya saja saat membuat. Sehingga dia lupa, bahwa benih yang dihasilkan bisa saja terlahir menjadi anak setan"

sontak aku terkejut. dalam hati bertanya, "bagaimana bisa menjadi anak setan?"

"Karena dia lupa bersuci, lupa mengingat Tuhannya dan lupa hakikat untuk apa manusia diciptakan".
aku menerawang. mencoba meresapi apa yang dimaksud. sesaat aku tersenyum, yang dimaksud adalah manusia yang berwatak seperti setan. seperti yang banyak sekali terjadi akhir-akhir ini. (pembunuhan, pemerkosaan, penjambretan, bullying, perbudakan, de-el-el). Jika begitu, apa bedanya dengan hewan? aku menyimpulkan. Sedang dunia masih membutuhkan banyak 'kholifah' untuk terus memimpin dan menyebarkan kedamaian di muka bumi. 

"kau paham?" tanya Beliau seraya tersenyum yakin bahwa aku sudah mengerti.
~~
Aaaah, Kakang! Siapa pun engkau, semoga kau sedang sibuk mempersiapkan diri menjadi calon Suami, calon Ayah dan calon orang tua yang baik untuk generasi bumi kelak. Menjaga apa yang dimakan, menjaga apa yang di ucap dan menjaga apa yg diperbuat. Aku pun akan menjaga diriku. Seperti Ayah dan Ibunda Said Nursi. Dan semoga aku dan kamu mampu. Aaamiin.
~~


Karena kagum atas kecerdasan Said, salah seorang gurunya berniat mengunjungi orang tua Said di kampung halamannya; Nurs. Ketika sampai di sana, sang guru melihat ayah Said yang bernama Mirza sedang menggiring dua ekor sapi betina dan seekor sapi jantan yang diikat mulutnya.

"Kenapa Anda melakukan itu, Pak?" tanya sang guru.
"Sawah saya sangat jauh, dan melewati sawah-sawah orang. Saya khawatir saat melewati sawah-sawah itu sapi saya makan tanaman orang dan jadi haram," jawab Mirza.

Luar biasa! Lalu sang guru bertanya kepada Nuriye, ibunda Said, tentang bagaimana ia membesarkan putranya itu.

"Ketika saya mengandung Said, saya tidak pernah menginjakkan tanah ke kaki kecuali saya telah berwudhu terlebih dahulu. Dan ketika ia hadir ke dunia, tak seharipun saya menyusuinya tanpa menyucikan diri dengan berwudhu."

Sang guru kini telah menemukan apa yang ingin ia ketahui. Tentu saja, orang tua semacam mereka akan mendapatkan anak semacam itu.

Dinukil dari www.santrijagad.org, oleh Zia Ul Haq.