Cewek kece disebelahku ini namanya Rini. Dia asli Putri
Bengkulu. Anak Gizi dari IPB. Selain punya tampang yang nyenengin dan enak
dipandang, dia anak yang rajin dan tekun. Kita seumuran satu bulan. Cuma beda
beberapa hari. Dia awal bulan, gue akhir bulan.
Entah bagaimana ceritanya tiba-tiba kita bisa menjadi teman
satu kamar. Yang aku ingat saat itu wajahnya nampak sabar kala ia dijutekin
oleh seseorang berambut pirang dan galak. Melihat betapa judesnya seseorang
berambut pirang itu, membuat niatku yang awalnya kepengen nyemir rambut kagak
jadi. Mungkin bawaan stereotype kali, ya. Atau aku yang syok melihat
pemandangan yang gak enak dipandang.
Sebagai anak muda yang hidup dijaman metropolitan, tentu
kita membicarakan banyak hal. Yang jelas masih seputar gizi, perempuan dan
cinta.
Do’i bilang, kalo entar kita sebagai kaum perempuan
ngelahirin, bayinya gak boleh langsung dipisahin sama Ibunya. Melainkan
menangkupkan badan si Bayi diatas dada atau perut Si Ibu untuk bergerak sendiri
mencari ASInya. Hal ini akan merangsang saraf motorik Si Bayi agar langsung
bekerja sehingga tumbuh menjadi anak yang cerdas. Perlakuan seperti ini pun
jarang diadopsi oleh kebanyakan rumah sakit. Hanya beberapa rumah sakit yang
melakukan hal seperti ini. Itu pun Si calon Ibu atau keluarganya harus request
sendiri kepada dokter atau perawat yang akan menangani persalinannya. Selain
itu, ketika kulit Si Ibu dan kulit bayi bertemu, ini akan menguatkan kontak
batin atau hubungan emosional antara keduanya. Metode ini terkenal dengan
sebutan IMD, atau Inisiasi Menyusui Dini.
Tentang Air Susu Ibu, Ibu Gizi ini juga menjelaskan bahwa
bagi Ibu menyusui, ASI pertama tidak boleh dibuang. Yaitu yang berwarna
kekuning-kuningan. Karena ASI yang pertama inilah yang kandungan gizinya paling
tinggi. Anehnya, kebanyakan masyarakat malah membuanganya dan mengaanggapnya itu sebagai racun.
Perbincangan pun semakin menarik. Kita mulai membahas gizi
pada seorang food combiner, membahas minyak goreng mana yang sebenarnya yang
bagus. Kesimpulannya, ternyata masyarakat kita kebanyakan jadi korban iklan.
Buah itu selayaknya dimakan sebelum makan nasi. Dan dimakannya pun pada pagi
hari. Minyak goreng yang baik, bukan
yang berwarna jernih dan yang bisa diminum seperti iklan di tipi-tipi. Atau pun yang sudah dilakukan penyaringan
beberapa kali. Karena kandungan gizinya bisa hilang. Aku menjerit terkejut.
Betapa hebatnya iklan-iklan itu menipu kita. Membentuk pemahaman kita. Aku pun
protes, kenapa orang-orang yang paham dan ahli tidak meluruskan
pemikiran-pemikiran seperti ini ke jalan yang benar agar rakyat kita sehat dan
sejahtera? Jawabannya sederhana, agar mereka (orang yang tukang jualan)
jualannya laku.
Malam semakin larut. Hujan diluar jatuh satu-satu. Menambah
romantisnya dunia malam dan hujan. Si Ibu Gizi melempar pandang, “kau pernah
jatuh cinta, Eva?”.
Aku meminum jeruk hangatku. Dan meletakkannya kembali.
“Pernah!”, jawabku diplomatis.
“Lalu?”
“Gagal”, aku tersenyum.
Si Ibu Gizi bingung melihat ekspresiku. Mana ada orang patah
hati masih bisa tersenyum. Kecuali jika ia sudah benar-benar ikhlas menerima
dan berdamai dengan rasa patah hatinya. Namun bagiku, apa yang bisa diperbuat
oleh orang yang pernah patah hati kecuali tersenyum dan menertawakan diri
sendiri.
“Aku menunggunya. Namun ternyata ia tak sungguh-sungguh
terhadapku. Haha!”, aku menjawab kebingungannya.
“Aku pun sama. Menunggunya”, sambung Si Ibu Gizi.
“Lalu?”, kini giliranku yang mengernyitkan dahi.
“Dia pergi dengan yang lain”, dia menarik nafas. Berat. Dan
melanjutkan, “Sepertinya sebagai perempuan, kita memang tidak boleh menunggu .
Dan laki-laki yang sungguh-sungguh (mencinta) terhadap kita, tak kan rela
membiarkan kita menunggu”.
Kata-katanya terhenti. Tepat saat hujan diluar berhenti.
Jeruk hangatku pun habis. Dua anak muda yang duduk bersebrangan, kembali
menekuri jalan pikirannya masing-masing. Entah apa. Dan kemana.
-Saturday Night, Kafe pojok Kampung Inggris Pare Kediri.
0 komentar:
Posting Komentar